oleh

Gereja Kristen Pasundan (GKP)

Menjadi Anggota PGI: 25 Mei 1950
Berdiri: 14 November 1934
Telepon: (022) 520.8723, 7080.2012
Fax: (022)-520.5698
e-Mail:  [email protected]
website: www.gkp.or.id

 

Profil Singkat

Kehadiran GKP tidak terlepas dari adanya Lembaga Pekabaran Injil Genootschap voor Inen Uitwendige Zending te Batavia (GIUZ) yang didirikan di Jakarta pada 1851 oleh beberapa orang Eropa dan beberapa Lembaga Pekabaran Injil. Lembaga ini bekerjasama antara lain dengan Lembaga Pekabaran Injil Zendeling Werkman di negeri Belanda. Diantara tokoh-tokoh pendiri GIUZ adalah Mr.F.L.Anthing dan Pdt.E.W.King. Mr.F.L.Anthing adalah orang pertama yang melakukan Pekabaran Injil kepada penduduk asli di Jawa Barat, dengan prinsip kerja: “Mengabarkan Injil oleh Penginjil Bumiputra”.

Mr.F.L.Anthing berhasil mendirikan Pos-pos Pekabaran Injil di Jakarta dan sekitarnya, yang seringkali disebut sebagai “Jemaat-jemaat Anthing”, antara lain Kampung Sawah, Pondok Melati, Gunung Putri, Cigelam, Cikuya (Banten), Tanah Tinggi, Cakung dan Ciater (dekat Serpong).

Selanjutnya, Zendeling Aolf Muhinickel dikirim oleh Zendeling Werkman ke Jakarta dan ditampung oleh GIUZ. Beliau bekerja di Cikuya, Banten tahun 1854-1859 sebagai Guru Sekolah Swasta dan diberi keleluasaan untuk mengabarkan Injil kepada penduduk pribumi.

Pada 11 Juli 1855 dua orang pribumi dari daerah Cikuya, yakni Minggu dan Sarma menerima Baptisan Kudus oleh Pdt.Bierhans di Jakarta. Pelayanan Baptisan Kudus dilakukan di Jakarta karena Muhinickel tidak mempunyai wewenang untuk melakukan pelayanan tersebut. (Dikemudian hari, GKP meresmikan dan memperingati Tanggal 11 Juli sebagai Hari Pekabaran Injil GKP). Setahun kemudian, tepatnya 7 Mei 1856, delapan orang lagi penduduk pribumi Cikuya-Banten menerima pelayanan Baptisan Kudus.

Pada 1862, LPI pertama, Nederlandsche Zendelings Vereeniging (NZV) mulai mengirimkan para Zendelingnya ke Jawa Barat. (NZV didirikan di Rotterdam tanggal 2 Desember 1858 oleh orang-orang dari Gereja Hervormd). Rombongan Zendeling NZV yang pertama yakni C.J.Albers, D.J.v.d.Linden dan G.J.Grashuis tiba di Jakarta. Mereka melanjutkan perjalanan ke Bandung bulan Maret 1863. Tetapi mereka harus menunggu 2 tahun baru kemudian memperoleh ijin kerja dari Gubernur Jenderal Pemerintah Kolonial Belanda saat itu.

Karena belum memperoleh ijin kerja, Zendeling D.J.v.d. Linden pindah ke Cirebon, sedangkan Zendeling C.J.Albers pindah ke Cianjur dan mulai melakukan Pekabaran Injil di daerah itu. Sementara Pdt.E.W.King mendirikan Jemaat Rehoboth di Jatinegara-Jakarta. Tahun 1885 jemaat di Cikuya-Banten yang dibina Mr.F.L.Anthing dan “Jemaat-jemaat Anthing” lainnya serta jemaat peninggalan pelayanan Pdt.E.W.King dimasukkan dalam lingkup pelayanan NZV. Sejak tahun ini pelayanan Pekabaran Injil dikalangan masyarakat di Jawa Barat dilakukan oleh NZV dibantu oleh para Penginjil pribumi. Beberapa Zending yang pernah melayani di wilayah Jawa Barat antara lain A. Geedink (1870), P.N.Gijsman di SUkabumi (1872) dan J.Verhoeven di Majalengka dan sekitarnya (1876).

GKP menjadi gereja yang berdiri sendiri pada Rabu, 14 November 1934. Dr. N.A.C Slotemaker de Bruine, konsul Zending yang bertindak mewakili pimpinan NZV di negeri Belanda dalam suatu upacara di Gedung Gereja Jemaat Bandung membacakan piagam penyerahan sekaligus melantik RAD AGENG (Majelis Besar) sebagai badan pimpinan semua jemaat Kristen di Jawa Barat. Pada hari itu juga, diadakan Sidang pertama Rad Ageng terpilih sebagai Ketua Pengurus Harian Rad Ageng ialah Zendeling J.Iken dari NZV, Penulis D. Abednego dan Tan Goan Tjong sebagai Bendahara.

Sesudah menjadi Gereja yang mandiri, yang bernama Gereja Kristen Pasundan (GKP), maka ditahbiskan sejumlah Guru Injil Pribumi menjadi Pendeta. Berdiri Gereja Tionghoa Kie Tok Kauw Hwee (sekarang dikenal sebagai Gereja Kristen Indonesia -GKI- Jawa Barat. Dimulai di Cirebon tahun 1863 dan kemudian dibanyak jemaat. Jemaat-jemaat Pasundan merupakan jemaat campuran orang-orang Sunda, Cina dan suku-suku lainnya. Mulai tahun 1930 berangsur-angsur jemaat-jemaat keturunan Cina berdiri disamping jemaat-jemaat Pasundan, tetapi masih tetap tergabung dalam GKP ketika dinyatakan berdiri sendiri tahun 1934).

Kepemimpinan GKP sejak 1942 mulai dipegang sepenuhnya oleh orang-orang pribumi (Bumiputra) karena dalam masa pendudukan Jepang para Zendeling Belanda tidak lagi dapat melakukan kegiatannya. Pengurus Harian Rad Ageng saat itu, terdiri: Ketua Pdt. Aniroen, J.Elia sebagai Sekretaris, Martinus Abednego sebagai Bendahara dan Pdt. Kasdo Tjokrosiswondo sebagai anggota. Pada tahun ini pula NZV menyerahkan pekerjaan pelayanan dan semua harta milik seperti Sekolah-sekolah dan Rumah-rumah sakit kepada GKP.

Pada masa transisi (1945-1949), setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (RI), dalam keberadaan RI yang masih muda usia, terjadi pengacauan terhadap jemaat-jemaat GKP, antara lain di Cigelam, Gunung Putri dan Kampung Sawah. Banyak anggota jemaat yang terpaksa mengungsi atau pindah ke tempat-tempat lainnya. Dalam masa itu, Pdt. J.v.d.Weg yang sudah dibebaskan dari Kamp tawanan tentara Jepang pergi kembali ke Juntikebon, dimana sebelum pendudukan tentara Jepang ia sudah bekerja disana. Setibanya di Juntikebon, dia malah dibunuh oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Kedudukan Pengurus Harian Darurat GKP dipindahkan ke Garut sehubungan dengan gencarnya pertempuran antara Pasukan RI dengan pasukan Belanda di Bandung yang menyebabkan pengungsian besar-besaran pada penduduk kota itu. Mei 1946 GKP ikut mengambil bagian dalam upaya pembentukan Dewan Permusyawaratan Gereja-gereja di Jawa (DPG) yang diadakan di Yogjakarta. DPG merupakan wadah oikumenis 6 gereja di Pulau Jawa.

Persidangan VIII Rad Ageng di Bandung memutuskan istilah Rad Ageng diubah menjadi SINODE, dan istilah pengurus harian diubah menjadi Badan Pekerja sehingga nama lengkap pengurus hariannya menjadi Badan Pekerja Sinode GKP. GKP juga mengambil bagian dalam Konferensi pembentukan dan menjadi anggota Gereja-gereja di Indonesia (DGI), yang kini dikenal dengan nama Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) pada 25 Mei 1950.

NZV diintegrasikan ke dalam Nederlandse Hervormde Kerk (Gereja Hervormd Belanda). Sejak itu GKP berhubungan dengan NHK melalui Dewan Pekabaran Injil NHK di Oegstgeest, negeri Belanda. Pada pemberontakan DI/TII, beberapa jemaat GKP di pedesaan mengalami gangguan dan yang paling parah dialami oleh jemaat di Tamiyang, dimana Pdt. Usman Sarin ditembak mati oleh gerombolan pengacau pada 1951. Sidang Sinode X GKP di Bandung mensahkan Tata Gereja GKP sebagai pengganti Tata Gereja yang diadakan sejak 1934.

Dalam gerakan oikoumene internasional GKP terlibat aktif dengan menjadi anggota dari Dewan gereja-gereja di Asia Timur (East Asian Christian Conference), yang dikemudian hari berubah menjadi Christian Conference of Asia (CCA), menjadi anggota Dewan gereja-gereja seDunia (World Council of Churches), menjadi anggota Aliansi sedunia Gereja-gereja Reformasi (World Alliance of Reformed Churches – WARC) dan kemudian menjalin hubungan kerjasama dengan Presbyterian Church of New Zealand.

Keseluruhan jumlah anggota jemaat GKP diperkirakan mencapai 30.000 jiwa, dengan 60 orang pendeta yang melayani, terdiri atas 42 orang pendeta jemaat, 8 orang pendeta dengan bidang khusus, dan 10 orang pendeta emeritus. Sidang Sinode ke XXVII GKP yang berlangsung pada 2-5 Juli 2012 di Hotel Grand Pesona, Cimande, Sukabumi, Bogor, telah memilih Pdt. Pdt. Supriatno dan Pdt. Paulus Wijono sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Umum Sinode GPK Periode 2012-2017.

Gereja yang bedenominasi Reformed ini memiliki wilayah pelayanan di Jawa Bagian Barat (Provinsi Jawa Barat, DKI Jaya dan Provinsi Banten).

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *