Menjadi Anggota PGI: 6 September 1979
Berdiri: 25 Maret 1933
Telepon: (0431) 865.941 | Fax:
e-Mail: [email protected]
website:
Profil Singkat
KGPM berdiri pada 1933, sebagai satu gereja di Minahasa, adalah merupakan jawaban atas berbagai masalah yang ada pada Gereja Negara (Indische Kerk) yang menguasai kehidupan kerohanian jemaat-jemaat protestan sejak permulaan abad ke-19 sampai dengan permulaan abad ke-20. Namun, kelahiran KGPM itu tidaklah secara tiba-tiba, melainkan melalui suatu proses perjuangan yang cukup lama dengan dasar dan latar belakang yang kuat seperti kepincangan/kelemahan Indishe Kerk (aspek gerejawi/rohani), kepincangan sosial dan situasi perjuangan bangsa Indonesia ketika itu (aspek politik).Usaha perintisan mendirikan gereja otonom dimulai dari Dominggus Lambertus Mangindaan (asal Pondang, Minsel). Pada 1858 dia selesai menempuh pendidikan teologia I Rotterdam Negeri Belanda. Dia membawa 2 ijasah yaitu Hoofdacte (ijasah kepala sekolah) dan Domine (pendeta). Dominggus dikirim belajar ke Rotterdam pada 1848 oleh Zendeling CT Herman yang bertugas di Amurang. Setelah kembali dia sebagai utusan Injil NZG. Diangkat oleh Indische Kerk sebagai pendeta di Tikala Manado dan wakil Predikant Manado.Khotbah awalnya, Lambertus Mangindaan sudah mengumandangkan Gereja Minahasa berdiri sendiri dengan alasan tertulis dalam Alkitab Yohanes 9:5, 8:12, 12:36, yaitu Yesus Kristus Terang Dunia. Usaha ini terus diperjuangkannya. Dia mendapat simpati dari Zendeling HJ Tendelo di Amurang (1857-1862), AC Schaafmn Langowan (1860-1870), JAT Schwarz di Sonder (1866-1905) dan CJ Van de Lufde di Amurang (1861-1898). Aksinya ini membuat dia diberhentikan dari jabatannya dengan alasan pertama, dia pribumi, dianggap lebih rendah dengan petugas bangsa Belanda. Kedua, dia diprotes menjadi wakil Predikant di Manado. Ketiga, dia berjuang untuk mendirikan Gereja Minahasa berdiri sendiri. Tidak disetujui oleh petugas Gereja di Eropa dan dianggap tidak layak memberitakan injil pada suku bangsanya.Selanjutnya ada Joel Walintukan dan W. Sumampouw. Joel Walintukan berasal dari Wuwuk dan Amurang (Minsel) adalah seorang guru Kweekschool NZG di Tanawangko. Pada 1886 dipindahkan ke Kuranga Tomohon. Dia menentang penyerahan jemaat-jemaat ke Indische Kerk dan berjuang mendirikan Gereja Minahasa Berdiri Sendiri. Dalam perjuangannya dia dibantu oleh Willem Sumampouw (Tonsea Lama) yang adalah guru pertukangan di Kweekschool dan pengikutnya para guru NZG yang merangkap sebagai guru jemaat. Karena tindakannya, maka dia diberhentikan pada 1890 dan digantikan oleh AM Pangkey (Kawangkoan Bawah) yang ketika itu menjabat sebagai Kepala Sekolah di Pondang Amurang. Setelah Joel Walintukan diberhentikan, Wellem Sumampouw juga kembali ke Amurang dan berdagang hasil bumi. Dia kemudian menikah dengan Nona Tumbuan di Wakan. Dia desa Wakan dia berusaha menanamkan ide tentang pendirian Gereja Minahasa Berdiri Sendiri.Pada 1912 AM Pangkey dan JU Mangowal (Sonder) yang adalah guru di Kweekschool Kuranga Tomohon membentuk Perserikatan Pangkal Setia. Pangkal Setia didirikan untuk memajukan pengajaran Kristen, memperhatikan kepentingan sekutunya dan memperkuat hubungan dengan Belanda. Pada 12 Juli 1920 Perserikatan Pangkal Setia diakui sah sebagai organisasi oleh pemerintah dengan diterbitkannya besluit No 31 dari Gubernur Jenderaql Nederland di Betawi (Jakarta). Tapi pada 1921 Perserikatan Pangkal Setia mulai berusaha kearah pembentukan Gereja Minahasa berdiri sendiri lepas dari Indische Kerk. Paad 1928 Perserikatan Pangkal Setia dikembangkan untuk umum dengan dipelopori guru-guru NZG. Pada tahun itu B.W Lapian menduduki posisi sebagai Wakil Ketua. Pada waktu itu Pangkal Setia sudah ada cabang-cabangnya.Perjuangan Pangkal Setia pada tahun 1921 dsetujui pegawai NZG (Heiebink Rooker, G.B Tiekstra, B Barends ten Kate dan Jansen Klomp). Mereka meminta Kweekschool Kurang yang akan menjadi dasar dari Sekolah Pendeta Minahasa yang dibuka pada 1 Juli 1927 dan pelaksanaannya dibuktikan dengan pengiriman Ds J.E Stap yang tiba bulan November 1927 di Tomohon. Dia menjadi direktur asrama yang menampung 55 orang siswa kelas III, termasuk JG Mangindaan. J.E Stap dibantu isterinya Nyonya Stap Glader.Juli 1922, Direktur Sekolah Barends ten Kate memberitahu kepada siswa kelas III bahwa mereka adalah kelas yang terbaik dan menjadi siswa pertama dari sekolah pendeta itu dengan lamanya studi selama 2 tahun. Tapi para siswa minta agar mereka belajar selama 3 tahun supaya pelajaran lebih luas dan tinggi. Mereka ini yang akan menjadi pendeta-pndeta Gereja Minahasa berdiri sendiri yang didirikan oleh Pangkal Setia. Kebaktian Gereja Minahasa Berdiri Sendiri dimulai AM Pangkey di Kuranga, Tomohon pada bulan Juli 1925 dan dilanjutkan pada setiap hari Minggu. Pada tahun itu juga disusunlah Peraturan Gereja (Peraturan itu setelah diadaptasi menjadi Peraturan KGPM). NZG juga dimintakan supaya mengambil alih jemaat-jemaat di Minahasa, dengan alasan Indische Kerk tidak melaksanakan amanat setelah surat timbang terima pada 1880 untuk mendirikan Gereja Minahasa Berdiri Sendiri.Gerakan Pangkal Setia ini pada triwulan I tahun 1926 ditentang oleh Predikant Ds E.A De Vreede dan Inlandsch Leraren Bond melalui Kerk Bestuur. Gubernur Jenderal dan Menteri Kolonie Colyn di Belanda mendesak dibatalkan. Akibatnya JE Stap memperpadat pelajaran teologia sehingga pendidikan bias selesai pada April 1926 dan ujian pada Mei 1926. Usaha mendirikan Gereja Minahasa berdiri sendiri akhirnya juga kandas, JU Mangowal yang diutus ke Batavia tidak menghasilkan apa-apa seperti yang dialami oleh Joseph Jacobus.Sementara penolong-penolong Injil dari Indische Kerk mulai menyadari betapa pentingnya usaha yang sedang dilaksanakan oleh Pangkal Setia, Majelis Gereja di Manado serta beberapa tokoh masyarakat lainnya. Maka pada tahun 1928 dibentuklah di Manado Organisasi Persatuan Penolong-penolong Injil dengan dana dari Ilandsch Leraren Bond atas usaha dari Talumepa. Salah satu tujuan organisasi ini ialah mendukung lagi mempekukuh usaha Pangkal Setia guna pendirian gereja otonom buat Minahasa.
Sekitar 1931 dan 1932 gerakan keluar dari Indische Kerk semakin meluas dan semakin hangat dibicarakan di kalangan masyarakat. Gerakan ini semakin kuat karena pemerintah tidak mau melepaskan gereja dari Negara dan akan mengabilalih kembali NZG pada tahun 1930. Dalam kondisi seperti itu Komisi Reorganisasi (Komisi XII) dibentuk Ds De Vreede tepat melaksanakan tugas. Pada tahun 1932 Komisi XII memutuskan mengangkat GSSJ Ratulangi, R Tumbelaka dan Mr. A.A Maramis, sebagai wakil masyarakat untuk memperjuangkan kepada pemerintah kolonial Belanda di Batavia.
Agustus 1932 Perserikatan Pangkal Setia mengundang Majelis Gereja Manado dan lain-lain mengadakan rapat besar di Kuranga Tomohon dengan keputusan: 1. Membentuk Gereja Minahasa berdiri sendiri, dengan pemimpin orang Minahasa. 2. Dibentuk Panitia Kerapatan Gereja Protestan Minahasa. Panitia ini bertugas untuk persiapan berdirinya gereja otonom dengan sembilan anggota: Ketua Josef Jacobus (Ketua Pengadilan Negeri Manado), wakil ketua Zacharias Talumepa (pensiunan Inlands Leraren Bond), Sekretaris B.W Lapian (Pangkal Setia). Anggota-anggota: A Kandou (pensiunan School Opziener), B Warouw (pensiunan Hoof Opziener), E Sumampouw (pensiunan guru Manadosche School), A.E Tumbel (pensiunan guru Manadosche School), P.A Ratulangi (pensiunan Kepala Distrik) dan J.L Tambajong (pensiunan Kepala Distrik).
Pada 11 Maret 1933 bertempat di Sicieteit Harmoni (sekarang Ban BNI 1946) yang dulunya dikenal dengan jalan Juliana Lau kemudian jalan Hatta, berkumpullah 75 orang tokoh gereja dan tokoh masyarakat seperti: JU Mangowal, J Jacobus, FE Kumontoy, dr C Singal, dr AB Andu, Z Talumepa, NB Pandean, BW Lapian, RC Pesik dan lain-lain. Mereka bertemu dengan GSSJ Ratulangi yang memimpin pertemuan. Pertemuan itu membicarakan pemisahan gereja dan Negara dan tuntutan untuk segera mendirikan Gereja Protestan Minahasa. Sam Ratulangi hasil sidang di Volksraad. Meski belum mendapat restu dari pemerintah Belada untuk mendirikan gereja berdiri sendiri, namun para peserta telah sepakat mendirikan gereja otonom. Dengan memilih Josep Jacobus menjadi formatur tunggal sebagai ketua badan dan membentuk pengurusnya. Hasil ini diminta disampaikan oleh Sam Ratulangi pada sidang Volksraad berikut. Pertemuan ini sempat heboh setelah diberitakan dalam media melalui Mingguan Pikiran Paangkal Setia, Keng Hwa Poo, Menara, Pewarta dan media lain.
Seminggu kemudian yakni 18 Maret 1933 di rumah Joseph Jacobus di Tikala Manado. Pertemuan ini tidak lagi dihadiri oleh Sam Ratulangi, Mr AA Maramis dan Tumbelaka karena mereka telah kembali ke Batavia. Pada pertemuann ini berhasil ditetapkan Badan Pengurus Organisasi Gereja dan nama pengurus organisasi gereja. Susunan Pengurus Badan Organisasi itu adalah: Ketua Joseph Jacobus, Wakil Ketua Zacharias Talumepa, Sekretaris BW Lapian, Bendahara AK Kandou. Pembantu-pembantu: B Warouw, E Sumampouw, PA Ratulangi, EA Tumbel dan JL Tambajong. BADAN PENGEMBALAAN terdiri dari: Zacharias Talumepa, H Sinaulan dan NB Pandean. Badan Penasihat: GSSJ Ratulangi, AB Andu, Ch Singal dan A Mononutu. BADAN PENDAMPING terdiri dari: JU Mangowal, AM Pangkey dan HM Pesik. Nama organisasi yang disepakati waktu itu adalah: Kerapatan Gereja Protestan Minahasa disingkat KGPM.
KGPM lahir sebagai bentuk kesaksian kepada Indische Kerk yang dinilai hadir sebagai alat untuk mengukuhkan dominasi pemerintahan penjajah di Indonesia. Didorong oleh rasa nasionalisme yang kuat, maka pada 25 Maret 1933 dalam suatu rapat di Manado, diputuskan untuk mendirikan satu sinode gereja dengan nama Kerapatan Gereja Protestan Minahasa. Pengurus yang terpilih pertama kali pada waktu itu adalah J.Jacobus (ketua), Z.Talumepa (wkl.ketua), B.W.Lapian (Sekretaris), dan N.B.Pandean (Bendahara). Kemudian, KGPM melepaskan diri dari Indische Kerk pada 29 Oktober 1933 dan sejak itu menyatakan diri sebagai gereja yang berdiri sendiri. KGPM berdenominasi Reformeed dan memiliki wilayah pelayanan di Indonesia.
Komentar